24.

abel
4 min readDec 31, 2023

--

for the plot?

yes, for the plot.

do you guys know that tiktok trend?

aku menanggalkan feminisme serta hyper-independence ku saat ini untuk meminta bantuan pemuda asing memasangkan gas. bukannya aku gak bisa belajar sendiri. hello, bro?? zaman sekarang akses serba mudah. sampai vlog orang india membangun rumahpun juga ada di youtube. tapi, apa menyenangkannya hidup ini jika terlalu lempeng?

dan, sejujurnya ini hal tergila yang pernah aku lakukan selama 23 tahun aku hidup. belum pernah ada lelaki menginjak kaki di lantai kediaman orangtuaku. dalam arti, aku belum pernah membawa laki-laki ke rumah orangtuaku.

aku belum menyukainya. jujur. begitu aku melihat wajahnya di foto profile whatsapp beberapa hari lalu dan melihat dia tertarik dengan musik yang aku dengar. pemuda seberang itu kelihatan menariiik sekaliii. visualnya. semuanya yang ada pada tubuhnya. dia pria perlente.

aku jadi penasaran, pria seperti apakah dia? murni karena penasaran.

contohnya sudah di depan mata, kalian harus tau bagaimana penampilannya saat datang ke rumahku dalam rangka membantu memasangkan gas: setelan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam, lengan kemejanya digulung seperempat ke atas, dan kerahnya terbuka lebar, dan sepatu fantofel.

balutan busananya formal. di bawah siang yang terik ini. dia terlihat seperti pria yang menyukai kemewahan, dilihat dari jam tangan Piaget yang melingkar dipergelangan tangannya yang kokoh. dia juga nampaknya seperti golongan pria yang sadar-dirinya-tampan. dia tahu celah-celah maut untuk memantik saklar hormon para wanita dan ia akan lakukan dengan sengaja.

sempat membuatku geer, ‘dia sengaja ya pake kemeja putih terus segala buka kerah kemejanya selebar itu buat ngegoda aku?’ ya, sejujurnya aku juga menyadari barangkali dia baru selesai urusan kerjaan? tapi, setidaknya dia bisa ganti baju dulu.

ya .. sekali menyelam minum air. aku ingin sedikit bermain-main dengan laki-laki mengingat hidupku sangat lempeng. kalaupun dia menangkap perasaan padaku, itu keburuntungan. kalaupun tidak, bisa dekat dan ngobrol dengannya sudah cukup bagiku.

“masuk aja, kak.”

dia mengikutiku di belakang sampai ke dapur. lalu, ia berjongkok dan sebelum mengotak-atik sesuatu pada tabung gas, ia menggulung sedikit lagi lengan kemejanya ke atas. namun, setelah itu pergerakannya mendadak terhenti seakan ia teringat sesuatu.

“sini, deh. aku sekalian ajarin cara pasang gas,” katanya. “masa udah gede gak bisa pasang gas?”

no. NOOO. THIS IS NIGHTMARE. kalau dia ajarin aku masang gas, berarti aku mahir memasang gas sendiri tanpa bantuan orang. terus gak ada alasan lagi untuk mengajaknya ke rumah, dong? or, probably this is a assurance for me that he’s doesn’t find me attractive or even interested in me? AT ALL?

kalau dia tertarik padaku, dia harusnya mengatur plot juga. dia gak perlu ajarin aku cara masang gas, biar dilain waktu aku bisa panggil dia lagi ke rumah buat pasangin. tapi, ini tidak??

aku diam tak bergeming sementara yang menunggu matanya memelototiku. “ayo? sini.”

aku menyeret kakiku malas dan ikut berjongkok di sampingnya. samar-samar terhembus aroma bunga dan sedikit hint jeruk yang menyegarkan dari ceruk lehernya. i can tell he is romantic guy. jika aku bisa deskripsikan dengan kata, aroma tubuhnya romantis sekali. DIA WANGI BANGET. RASANYA AKU MAU PELUK COWOK INI.

di bawah meja kompor, jarak kami berpotensi menimbulkan benih-benih cinta. gak tau apakah dia merasakan sesuatu saat ini? dan, dia terlihat jauh lebih menawan dalam jarak 10 sentimeter ini. his visual is not the same as what you can find in koko-koko PIK, sency, Plaza Senayan, or Menara Astra, etc. his visual synonymous with Paris. parasnya adalah seni yang langka. ketajaman rahang dan proposi hidungnya seakan adalah mahakarya dari seorang pemahat.

“pegang.” dia menyuruhku memegang — apa itu namanya aku gak tau. penutup gas? ah, gak tau lah. terus dia mengarahkan, “pasang. dirasa-rasa sampai masuk ke lobangnya.”

aku melirik.

“kenapa?”

aku menggeleng.

“bisa?”

“udah.”

dia menunjuk pengatup (apalah namanya) hitam. “itu diginiin.” tangannya hendak memegang tanganku. namun tangannya maju-mundur. ragu-ragu memegang tanganku.

iya! iya! ayo, pegang tangan aku mas.

“minggir dulu tangannya.”

ah, yang benar saja? dia menghanguskan kesempatan kontak fisik. is he anti-romantic?

“kunci regulatornya yang pas. terus dengerin, ada bunyi berdesis gak? kalau gak ada, berarti udah pas masangnya.” dia mengunci regulator dengan sesuatu yang hitam-hitam begitu, lalu berdiri. “udah. beres. gampang, kan?”

aku mengangguk tak senang. kapan-kapan aku minta dia pasang lampu rumah aja, deh. oke, aku sudah punya plot cadangan selanjutnya. aku sempat notice lampu di kamar mandi mulai redup soalnya. hehe.

“orangtua kamu gak di rumah, ya? sampai kapan?”

mengapa pria ini effortlessly flirty? setiap perkataan, pilihan, atau apapun yang keluar darinya selalu diprasangka tengah menggoda orang lain. aku kelabakan menjawabnya. ini seperti bermain kartu poker. pertanyaannya seperti template orang mesum.

“iya. darimana tau orangtuaku lagi pergi?”

“karena aku liat waktu orangtua kamu masukin koper ke mobil. kayaknya, dua hari lalu?”

kepalaku mengangguk-angguk. “oh …”

“anyway, kalau butuh bantuan lagi, bilang aja. nanti aku bantu. tapi selama orang ini available di rumah.” katanya sambil menunjuk puncak kepalanya saat mengatakan ‘orang ini’ dan senyumnya nampak konyol namun menyenangkan. untuk kali ini, dia jadi jauh lebih mirip mr.bean.

setelah itu, aku mengantarnya sampai ke depan pagar. selama jeda waktu yang ada, mendadak muncul sebuah ide modus. aku terus menimbang-nimbang ide dalam kepalaku. sebab, sepertinya ini ide liar yang patut dilenyapkan saja. ya, benar. ini hanya intrusive thought. yang kalau kamu lontarkan, yang didapat cuma rasa malu nantinya.

namun, ketika tiba di depan pagar, pada menit-menit terakhirku melepaskan dia pulang ke rumahnya aku muntahkan ide tersebut. word vomit.

“aku mau minta bantuan lagi sebenernya. boleh?”

i let my intrusive thought win. aku gak sedang minum alkohol sebelumnya (lagian ini masih siang buat minum), tapi gak tahu darimana aku dapat keberanian ini.

dia yang sudah menyeberang ke jalanan sontak berbalik badan. “ya?”

“would you accompany me during new year’s eve?”

dia tidak menjawab. dilihat dari ekspresinya, kedua alis tebalnya terangkat. sumpah. aku tidak tahu harus menyembunyikan mukaku sekarang. memalukan. ketahuan banget betapa desperate-nya aku sebagai orang kesepian.

aku hampir membatalkan tawaranku tetapi pemuda itu justru menjawab, “well then, that’s perfect.” dan, ia tersenyum. “kamu mau temenin aku rayain ulang tahun bareng malam ini, gak?” []

--

--