27.

abel
5 min readDec 31, 2023

--

mungkin aku bisa bilang, hubungan ini seperti friend with benefit but make it fluff version. sama-sama dua orang asing yang punya kebutuhan sama dan saling bertemu untuk saling memenuhi.

“kamu mau temenin aku rayain ulang tahun bareng, gak?”

aku asumsikan ini bukan undangan ke acara ulang tahun. temenin aku. berarti dia sendirian. hanya aku dan dia. iya, bukan?

jam 7 malam adalah pembuktiannya. aku sudah tiba di depan pagar rumahnya. membawa wine hasil curian dari rak koleksi papa.

kata mama, gak boleh ngomong ‘sumpah’. tapi, SUMPAH. ini kali pertama aku masuk ke rumah lawan jenis yang baru dikenal.

plus poinnya, pemilik rumah ini menawan. kataku, dia harus ikut kontes 100 Pria Tertampan Di Dunia, sih. ketampanannya harus jadi aset dunia. eh, tapi mending jadi asetku aja gak, sih? lol.

“hai, manda.” senyuman sumringah terpancar saat ia membuka gerbang pagar. “ayo, silahkan masuk.”

dia ini memang pandai dan tahu cara-cara membuat perempuan merasa spesial meskipun dia bukan siapa-siapanya, ya? kalau kalian belum tahu, menyapa seseorang dengan memanggil namanya itu punya nilai sentimental tersendiri.

misalkan, ketika kamu ke bank dan bertemu satpam. “pagi juga, …” lalu sebut namanya.

sepertinya, dia tahu informasi tersebut dan dengan sengaja menyebut namaku. dasar, mr.gentleman. sekarang aku jadi merasa diakui dan dihormati. pipiku memanas sekarang.

aku memasuki rumahnya dan aku mencoba menebak kepribadiannya lewat interior rumah pilihannya.

rumahnya didominasi oleh unsur gothic yang modern. sampai sofanya pun berwarna hitam dengan bahan kulit. pencahayaan rumahnya remang-remang, minim pencahayaan.

ia bahkan mempunyai pajangan kepala rusa di atas televisi, namun kontras dengan lukisan yang ia pajang disisi lain. aku tahu lukisan itu dari seniman bernama Abenk Alter. sepertinya juga, kak jessie hobi berburu karena aku sempat menemui koleksi senapan dan kepala rusa tadi.

memasuki area dapur, pencahayaan sedikit lebih terang dan tone warna hitam berkurang. warna hitamnya hanya dapat didapati dari meja counter yang memakai marmer hitam putih dan kabinet dapur full berwarna hitam.

dia adalah pria yang misterius.

“makasih udah mau ngeiyain ajakanku,” katanya membuka pembicaraan. “aku gak expect kamu bakal dateng. takut kamu risih.”

“gak, lah. aku aja ngajak kakak tahun baruan bareng. sesama orang kesepian harus saling menghibur,” kataku ditutup tertawaan ringan.

eh, aduh. sumpah. aku ngomong apa. aku salah ngomong kayaknya. gak seharusnya aku cap dia kesepian. orang ganteng macam dia mana mungkin kesepian? minimal, dia punya banyak kolega buat ucapin selama ulang tahun dan punya jumlah teman yang cukup untuk adain party.

bisa juga dia punya simpenan, kalau istilah lainnya HTS-an. atau, punya FWB-an (kalau dia anak malem). barangkali? gap perbedaan kehidupan sosial antara aku dan dia teramat besar. dan, ini memalukan.

kenapa dia undang aku buat nemenin rayain ulang tahunnya?

apa dia mau main-main sama aku?

apa yang dia rencanakan? entahlah.

aku seketika meluruskan, “maksudnya, kita sekarang kebetulan sama-sama lagi sendirian di akhir tahun. jadi, ada temennya deh.”

kak jessie melipir ke area kompor. kemudian tertawa. “iya. bersyukurnya itu. keluargaku di melbourne semua. aku sendirian di jakarta.”

kehadirannya membawa ucapan syukur dalam hatinya? itu yang hendak ia maksudkan? mama. tolong. lututku lemas. aku ingin teriak. tapi, pasti kak jessie langsung kabur ninggalin rumahnya kalau aku teriak.

aku mendekat ke meja kabinet. “ada yang bisa dibantu?”

lelaki itu menghilang di bawah meja counter. membuka oven. dan, asap hitam mengepul keluar dari sana.

“is everything okay?”

kepalanya menyembul dari balik kabinet sembari mengangkat daging. “everything going well.” aku percaya. sebab, aku melihat tingkat kematangan dagingnya well-done. sebenarnya, nyaris melampaui well-done.

“ah .. kalau aku tahu menu makannya, aku dateng pakai baju lebih proper.”

dia terdiam. menginspeksi tubuhku dari atas sampai bawah dengan matanya. shit. tatapan matanya seakan mengunci tubuhku. aku tak bisa berkutik. aku jadi grogi.

“kemeja putih sama celana denim .. itu aja udah oke kok.”

pundakku terangkat naik. my outfit approved by kak jessie. oke. tapi, sekarang aku ngelunjak. sebab, aku gak mau disekedar puji oke. aku mau dipuji cantik. lebih dari rasa syukurnya atas kehadiranku di sini.

“aku pikir tadi ada acara party di rumah kakak. bakal awkward banget kalau aku ngumpul diantara temen-temennya kak jessie.”

senyum kotaknya timbul saat ia mengatur platting untuk steak. ia menggeleng. “nooo. aku bener-bener sendirian di jakarta. gak punya siapa-siapa, jadi siapa juga yang mau di undang? soalnya aku baru banget pindah.” ia memindahkan mash-potato ke mangkuk kecil saat bercerita, “tahun 98 pindah ke melbourne. jadi, aku besar di sana. terus aku kuliah ke new jersey. jadi, rata-rata temenku ada di new jersey, melbourne, sama keluarga besar rata-rata menetap di manado.”

kedua alisku terangkat. “kakak turunan manado?”

ia mengangguk. “mamaku darah minang. papa gorontalo-manado-chinese. dan, voila. jadilah aku.”

“wow.” aku mendengus. “gak diragukan lagi sih kalau minang. ditambah manado. ditambah chinese pula. aku jarang ketemu perpaduan minang sama manado.”

“sekarang nemuin, nih.”

aku terkekeh. “iya.” lalu melanjutkan, “aku liat banyak orang bilang, kalau dari daerah sana cakep-cakep.”

aku melihat kak jessie terkekeh sambil menutup mukanya dengan lengan karena satu tangannya tengah memegang sendok. “ah, dasar. bisa aja. makasih, loh.”

“aku pernah punya guru les piano yang dipanggil ke rumah. mukanya kayak orang jepang. ternyata dia orang minang. real. gak boong.”

sekarang pria itu memindahkan 2 piring ke meja. dan, aku mengikutinya dari belakang.

“kalau kamu? keturunan apa?” tanyanya balik.

“aku chinese-surabaya.”

ia menoleh dan mengangguk-anggukan kepala paham. “pantes cantik.”

“halah. mujinya karena feedback doang, kan? gak tulus dari hati.”

kak jessie tertawa. “cowo mana yang bikin kamu gak percaya gitu, huh?”

semua hidangan telah tersedia di atas meja. kami bersulang. aku memberi ucapan selamat ulangtahun untuk kak jessie.

dan, obrolan pertama kami mendarat pada, siapakah identitas seorang jessie? apakah dia seorang chef? sebab, steak yang dia buat — serius — enak banget meskipun nyaris melewati well done. lebih enak dari restoran steak yang pernah aku kunjungi terakhir kali, Ironplate.

entah atas kesadarannya sendiri atau pengaruh wine, aku tak menyangka ia akan begitu terbuka padaku malam ini. rasanya hubungan kita sudah jauh, padahal baru berkenalan beberapa jam yang lalu.

ia bercerita sendiri, steak yang ia masak adalah resep turun-temurun dari sang mama. tetapi bahasan steaknya, membawanya menceritakan alasannya memasak steak di hari ulang tahunnya saat ini semata-mata karena ia rindu sang mama.

salah satu cara ia dapat bertemu dengan sang mama menurutnya, melalui buku resep yang mendiang tulis dan dari sana kak jessie bisa memasak ulang. sebab, ia hampir melupakan suara sang mama. satu-satu penyesalannya adalah tidak pernah merekam suara sang mama.

aku dapat menangkap siratan yang ia maksud. tapi, aku tidak ingin memperjelas. sepertinya topik ini sangat sensitif untuknya dan hanya dia yang boleh mengorek ceritanya sendiri.

rasa duka yang telah berlalu 2 tahun lalu, relapse kembali di hari ulang tahunnya. kak jessie mengakui rasa kesepiannya serta rasa depresi di hari kelahirannya. ia berharap tidak pernah ada hari ulang tahunnya di dunia ini. dan aku mengatakan, mungkin dia hanya sedang mengalami birthday blues dan besok akan kembali nomal.

dan, cerita kami selesai bertepatan dengan steak kami yang telah bersih di atas piring. ia menutup acara makan malam dengan minta maaf (lagi).

“maaf kalau aku oversharing hari ini.”

“it’s okay. aku suka cowok oversharing.” aku terkekeh. “karena aku orangnya kikuk.”

ia tertawa. “so, what you gonna do for new year’s eve?”

“entah. nanti aku kabarin lagi. belum kepikiran sekarang.”

ia mengangguk. “baiklah ..” kemudian ia mengusap kedua tangannya di atas paha. menarik napas dalam dan membuangnya pelan. “sekali lagi, aku berterima kasih sama kamu karena udah setuju buat dateng dan udah approach aku duluan buat rayain tahun baruan bareng. you’re the one who gave me courage to ask you to celebrate my birthday together.”

aku tersenyum. “thank you for the dinner as well. the steak is superb!”

“sama-sama. aku juga bersyukur ada kamu di sini.” []

--

--