38.

abel
5 min readJan 3, 2024

--

24 jam ditemani tetangga baru yang rupawan, aku ingin memberikan review kilat tentangnya.

hal-hal yang aku lakukan dengan tetangga yang baru kukenal selama seharian ini adalah pergi belanja bahan makanan bersama. dan, dia mengajari aku cara memasak nasi (aku bisa masak nasi goreng asal ada nasi sisa). dia juga memanggang daging untukku karena dia takut kebakaran. kemudian masih melanjutkan permainan game tanya-jawab di supermarket tadi sampai pukul 23.30 ini.

rate 1 sampai 10 dan dia berada dinilai 11.

we’re not gonna talk about his sexual appeal this time because i already mention it hundred times a day. i’m wanna brag about how he treat me all day! i daresay a quick conclusion in a one meeting; he is a walking green flag. and, even if i will never meet his parents, but i can feel how kind and warm his parents are from the way they’re educate and raise his son very well.

gajah mati meninggalkan jejak dan harimau mati meninggalkan belang, so his parents leave behind a dignified, gentle, loving, provider, a caring man, and they named him jessie.

as long as i’m with him, he’s the one who takes the wheel and i’m on autopilot mode. i’m sorry, Jesus. You still take the wheel, but i mean — yeah, you get what i mean, right?

dari dulu sejak aku sekolah, aku sering dapat perlakuan buruk dari teman laki-laki. dilecehkan verbal, pernah. dipukul, pernah. direndahkan, pernah. dikhianati, pernah. sehingga setelah dewasa aku membuat pagar tinggi dengan lawan jenis. aku gak pernah bisa senyaman dan selepas ini berada di dekat pria. bersama pria ini aku gak perlu banyak berpikir. gak perlu banyak pertimbangan. gak perlu ada yang harus aku sembunyikan tentang diriku.

his sexual appeal and her good personality combined to produce a magnetic field pull, that was stronger than it had ever been before, and drew me to him. i don’t love him yet, but i like him already.

“aku punya satu ketakutan,” katanya saat kami tiba pada pertanyaan; apa ketakutan terbesarmu?

kini, kami masih mengobrol dalam sesi tanya-jawab yang tak bertema. aku bahkan tidak tahu apakah ini akan menemui ujungnya. aku rasa, mulut kami akan berhenti berisik jika salah satu kami mulai mabuk.

“the concept of the red string theory. ever heard of it?”

“why??” tanyaku dengan nada tak percaya. “i actually find the theory cute. i’d like to meet my partner with that theory.”

“yes .. but, in the probability of billions of people on this earth, what if it turns out that the red thread is tied to your ugly dumbass ex?” kak jessie tertawa dengan ucapannya sendiri dan aku turut tertawa mendengarnya. “can you imagine? the point is, what if it turns out that the red thread is tied to someone who is not your type? what if it turns out that it is tied to the person you bullied? or, the person who bullied you? tied to a platonic friend? terrifying”.

“aku gak berpikir sejauh itu, sih.” tetapi otakku jadi ikut berpikir. “kamu orangnya overthinking, ya? pemikiran kamu selalu kejauhan. tapi, make sense juga dan sekarang aku ikut takut.”

“maaf kalau jadi menebar ketakutan. coba, apa jawaban yang bisa menenangkan ketakutan aku itu? rasa ketakutannya itu serius.”

“tapi, Tuhan gak akan pertemukan kita lagi dengan orang yang menyakiti kita seharusnya. Dia sayang umat manusia, kan?”

“benar. tapi, bagaimana kalau Tuhan bilang — ” kak jessie menunjuk wajahku dengan salah satu sayur selada dari bekas daging panggang. “kamu sama dia. sekarang dia sudah berubah.”

“terus kamu jawab, ‘GAK. walaupun dia udah berubah, aku jijik sama dia karena pernah sakitin aku.’

“terus Tuhan jawab, ‘don’t hold grudges.’ tapi, kamu tetap kekeuh. and then, you’ll end up alone forever and after, because it is God’s will and it is absolute.”

ini semakin gila. pemikiran kekuatirannya terlalu liar. aku tertawa karena tak mampu menampung betapa luasnya kekuatiran dia. “TIDAAAKK.” teriakanku seperti villain yang tak terima kehancuran hidupnya. aku mencoba berusaha menyergah his anxious mind, “tapi — ” aku menelan salivaku sebentar karena aku hampir tersedak akibat tertawa terlalu puas. “kamu pernah gak ketemu lagi dengan mantan kamu setelah putus?”

dia menggeleng. “aku selesai dengan dia 2 tahun lalu. setelah itu, gak pernah ketemu lagi.”

“that means, your time with her is over. it is already a closed chapter,” kataku. “pernah notice itu, gak? ada orang-orang yang kita kenal, tapi kita gak pernah ketemu lagi selama-lamanya. papasan aja gak. sekalipun tinggal di satu kecamatan, perumahan, atau komplek. itu berarti kisah kalian udah selesai dan semesta gak akan pertemukan kalian lagi. kecuali, masih ada yang belum selesai diantara kalian. misalnya, minta maaf?”

“serius? seberapa akurat kebenarannya?”

aku mengendikan bahu. “aku juga gak tau itu benar atau fiksi. aku liat itu di sosial media.”

“then it’s better not to talk about it.”

“ya, seengaknya menenangkan kamu?”

“sama sekali gak.”

“tapi masuk akal, kan?”

“ada benarnya.”

“in a nutshell, you’re scared of ending up with a wrong person.”

“yeah, right.”

“aku rasa, Tuhan gak akan mungkin dengan sengaja siapin pasangan yang salah buat kita.”

“yeah, but what if we miss the signs just because we’re so in love?”

nah, bagian yang itu. akupun juga tidak bisa menemukan jawabannya. lantas aku hanya mengangkat bahuku singkat. dan, kembang api di atas langit terdengar semakin brutal. aku mengecek ponsel dan memperhatikan jam. “60 detik lagi menuju tahun baru. next question. apa harapan dan resolusi kamu di tahun 2024! go, go!”

kak jessie membetulkan posisi duduknya dan berpikir. “tahun 2023 bukan tahun yang menyenangkan. tapi, tahun 2024 resolusiku adalah bisa bawa pergi rasa duka dari hidup aku karena ini sudah terlalu lama. tadinya aku cuma punya 1 harapan, tapi sekarang 2 ..” dia menjeda sesaat. “harapanku tahun 2024 akan jadi tahun yang menyenangkan karena aku sudah kenal kamu sekarang.”

aku sedikit terlonjak.“why is it me?”

“because there are many wonderful things that will come as long as i’m being with you.”

dibalik eforia para manusia merayakan pergantian tahun, ada aku dan dia di dalam ruangan. saling menatap. memberi senyum satu sama lain. perasaan dalam dadaku sama meriahnya dengan suasana langit saat ini. dengan tetangga baruku yang menawan, aku habiskan pergantian tahun baru bersamanya.

“can we see each other more often after this?” tanyaku.

“more than thatkak jessie meralat perkataanku. “i want to know you more than friends, can i?”

aku.mati.kutu.

demi menutupi semua perasaan yang meledak-ledak dalam dada, aku beringsut mendekat pada speaker. “eh, iya. setel lagu aja gak, sih? haha.”

aku asal memencet lagu, lantas aku hanya memencet lagu terakhir yang aku putar dimobil sebelumnya. lagu dari Etta James berjudul At Last mengudara dalam rumahku.

“hey, you don’t answer my questionwait a second ..” alis tebal kak jessie mengerucut. dia bangkit dari duduknya. “ini lagu yang aku tanya ke kamu waktu itu. ingat? pertama kali aku chat kamu.”

mataku terbuka lebar. “oh! lagu ini ternyata??”

senyumnya sumringah ditemani latar lagu Etta James. “do you know how to dance?”

seolah tidak ingin menyia-nyiakan waktu, pria tersebut merengkuh pinggangku sembari meminta persetujuanku lewat tatapan matanya dan senyumannya. aku langsung mengangguk dan satu tangan pria itu mengenggam tanganku. kemudian, pada malam tahun baru itu kami berdansa. aku berpikir, mungkin lagu Etta James adalah tali merah yang menghubungkan dia kepadaku lebih cepat dari yang kuduga.

“i may not have fallen for you right now, but i have a feeling that you’re the person i can be with for the rest of my life.” []

--

--